Keindahan Alam Dieng Plateau: Negeri di Atas Awan
Di ketinggian 2.093 mdpl, Dieng Plateau membentang seperti lukisan Tuhan yang lupa diturunkan: kabut menari di antara kawah berasap, telaga berwarna permata, dan kentang ungu yang tumbuh di tanah vulkanik. Nama “Dieng” berarti “tempat para dewa” dalam bahasa Jawa Kuno—dan memang, setiap hembusan angin dingin membawa bisik mitos kuno.
Pagi dimulai di Bukit Sikunir. Trek 30 menit dari Desa Sembungan (desa tertinggi di Jawa) membawa ke puncak 2.300 mdpl. Saat fajar, golden sunrise menyapu Telaga Cebong seperti cermin emas, lalu menyapu Gunung Sindoro-Sumbing yang berdiri gagah. Kabut mengalir di lembah seperti sungai putih—fenomena “negeri di atas awan” yang membuat 50.000 pengunjung tiap tahun terdiam.
Kawah Sikidang adalah jantung vulkanik. Bau belerang menusuk hidung saat lumpur mendidih meletup-letup, menciptakan kolam abu-abu bergelembung. Di Telaga Warna, air berubah dari hijau zamrud ke biru safir tergantung cahaya—legenda menyebut warna itu air mata putri raja yang patah hati. Di sampingnya, Telaga Pengilon (“cermin”) begitu jernih hingga memantulkan langit sempurna.
Musim kemarau (Juli-Agustus) menghadirkan Dieng Culture Festival: ratusan anak berambut gimbal (bocah gembel) diarak dalam ruwatan, ritual memotong rambut suci. Rambut gimbal dianggap anugerah dewa—konon tumbuh sejak lahir dan hanya boleh dipotong saat anak “meminta” sendiri. Tarian lengger dan rampak barong mengiringi, diiringi gamelan bambu yang bergema di udara dingin 10°C.
Candi Arjuna kompleks (abad 8-9 M) berdiri megah di tengah hamparan kentang. Lima candi Hindu ini selamat dari letusan pra-sejarah, dikelilingi kabut pagi yang membuatnya tampak melayang. Di Batu Ratapan Angin, angin kencang dari Celah Dieng menciptakan suara menderu—penduduk menyebutnya “ratapan bidadari yang kehilangan sayap”.
Ancaman nyata: erosi lahan kentang dan sampah plastik. Komunitas Dieng Ecotourism meluncurkan “Adopt a Plot”: wisatawan membayar Rp100.000 untuk menanam kentang organik, hasilnya dibagikan ke anak yatim. Suhu malam turun hingga 0°C; embun upas (embun beracun) pernah membunuh 149 orang tahun 1979—kini sistem peringatan dini berbasis IoT dipasang di 20 titik.
Mengunjungi Dieng adalah melangkah ke dunia paralel: di mana dewa masih bercengkerama, telaga bernyanyi, dan awan menjadi lantai. Di sini, setiap foto adalah kartu pos, setiap napas adalah doa—dan setiap langkah mengingatkan: negeri di atas awan ini rapuh, tapi abadi selama kita menjaganya.